Fungsi agama dalam masyarakat ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari, yaitu Kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi sakral. Dalam setiap masyarakat, sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan supramanusiawi dan ukhrowi.
Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.
Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat.
(Sumber : Buku MKDU Ilmu Sosial Dasar Oleh: Harwantiyoko, Neltje F. Katuuk Penerbit Gunadarma)
2. Pelembagaan Agama
Agama begitu universal, permanen dan mengatur dalam kehidupan sehingga bila tidak memahami agama akan sukar memahami masyarakat. Hal yang perlu dijawab dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur agama.
Dimensi ini mengidentifikasi pengaruh-pengaruh kepercayaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan keagamaan di dalam kehidupan sehari-hari. Terkandung makna ajaran "kerja" dalam pengertian teologis.
Dimensi keyakinan, praktek, pengalaman dan pengetahuan dapat diterima sebagai dalil atau dasar analitis, namun hubungan-hubungan antara keempatnya tidak dapat diungkapkan tanpa data empiris.
(Sumber : Buku MKDU Ilmu Sosial Dasar Oleh: Harwantiyoko, Neltje F. Katuuk Penerbit Gunadarma)
STUDY KASUS :
DIMENSI POLITIK DALAM KONFLIK AGAMA DI INDONESIA:
STUDI KASUS PEMBANGUNAN GEREJA PANTEKOSTA DI INDONESIA
(GPDI) JAMAAT HOSANA NGALIYAN SEMARANG
Oleh Sholihah dan Muhammad Sulthon
Hubungan antarumat beragama di Indonesia menjadi bagian penting dalam upaya penanganan konflik khususnya pada Era Reformasi.
Data menunjukkan bahwa konflik bernuansa agama sering terjadi di Indonesia. Kasus pembakaran gereja di Halmahera pada 14-15 Agustus 2002, konflik Poso pada Desember 2003, penyerangan terhadap Huriah Kristen Batak Protestan (HKPB) dan penyerangan terhadap rumah-rumah pengikut Ahmadiyah di Lombok pada September 2002 adalah sebagian dari kasus-kasus lain yang melibatkan unsur agama di dalamnya.
Konflik-konflik tersebut seolah berbanding terbalik dengan amanat Undang-undang Dasar 1945 yang menjamin kebebasan memeluk dan melaksanakan ajaran agama. Negara Indonesia menjamin penghormatan bagi pemeluk agama agar bisa menjalankan keyakinannya dan memfasilitasi upaya penciptaan kerukunan antarumat beragama.
Keberadaan konflik-konflik bernuansa agama melahirkan pertanyaan tentang apa yang salah dalam penerapan prinsip penghormatan akan kebebasan agama di masyarakat.
Salah satu isu yang selalu aktual mengenai hubungan antar umat beragama di Indonesia adalah pembangunan rumah ibadah. Konflik mengenai pembangunan rumah ibadah ibarat riak sungai yang selalu muncul dan mengganggu harmoni hubungan antara umat beragama. Keputusan Bersama antara Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri No. 8 dan 9 Tahun 2006 adalah upaya pemerintah untuk mengatasi konflik seputar pembangunan rumah ibadah. Pada prakteknya, keberadaan peraturan semacam itu tidak serta merta menghentikan kasus-kasus konflik mengenai pembangunan rumah beragama.
OPINI : Harusnya kita sesama umat beragama harus saling menghormati, agar menciptakan kedamaian dan kerukunan. Sehingga kemungkinan kecil untuk terjadi konflik. Dan masalah pembangunan rumah ibadah juga tidak harus dijadikan permasalahan. Asalkan kita tidak mengganggu umat lain saat beribadah.