Sumber2
Sumber3
Ateng Achmad Reza A
11110206
4KA24
Etika & Profesionalisme TSI#
POKOK PIKIRAN DALAM RUU INFORMASI &
TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)
Kemajuan spektakuler di bidang teknologi komputer
berupa internet berdampak besar pada globalisasi informasi yang menjadi pilar
utama perdagangan dan bisnis internasional. Teknologi informasi selalu menghadapi
tantangan baru dan selalu ada sesuatu hal baru yang perlu dpelajari agar bisa
menjawab tantangan baru yang selalu mucul dalam kurun waktu yang sangat cepat.
Hukum lahir menyertai perkembangan masyarakat untuk
menjamin adanya ketentraman hidup bermasyarakat. Demikian halnya dengan hukum
perdangangan internasional yang berbasis teknologi informasi, setiap transaksi
elektronik perlu diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan yang baru
yaitu UU Informasi dan Transaksi Elektronik Np. 11 tahun 2008.
Pokok pikiran dalam UU Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE), terdapat dalam pasal – pasal di bawah ini :
- Pasal 8 Pengakuan Informasi Elektronik
- Pasal 9 Bentuk Tertulis
- Pasal 10 Tanda tangan
- Pasal 11 Bentuk Asli & Salinan
- Pasal 12 Catatan Elektronik
- Pasal 13 Pernyataan dan Pengumuman Elektronik
TRANSAKSI
ELEKTRONIK
terdapat dalam Pasal-pasal berikut ini :
- Pasal 14 Pembentukan Kontrak
- Pasal 15 Pengiriman dan Penerimaan Pesan
- Pasal 16 Syarat Transaksi
- Pasal 17 Kesalahan Transkasi
- Pasal 18 Pengakuan Penerimaan
- Pasal 19 Waktu dan lokasi pengiriman dan penerimaan pesan
- Pasal 20 Notarisasi, Pengakuan dan Pemeriksaan
- Pasal 21 Catatan Yang Dapat Dipindahtangankan
Dari Pasal – pasal diatas, semua adalah yang
mencakup di dalam Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Segala aspek yang diterapkan dalam perdagangan dan pemberian informasi melalui
Elektronik sudah dijelaskan dalam pokok pikiran RUU tersebut.
IMPLIKASI
PEMBERLAKUAN RUU ITE
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.
Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Transaksi Elektronik.
Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.
Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Transaksi Elektronik.
Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.
Kronologis
perjalanan UU ITE:
Perjalanan UU ITE memerlukan waktu yang lama (5 tahun). Hal ini menyebabkan UU ITE menjadi sangat lengkap karena RUU ITE telah melalui banyak pembahasan dari banyak pihak. Sehingga konsultan yang disewa oleh DEPKOMINFO pun menilai bahwa UU ITE ini terlalu ambisius karena Indonesia adalah negara satu-satunya di dunia yang hanya mempunyai satu Cyber Law untuk mengatur begitu luasnya cakupan masalah dunia Cyber, sementara negara lain minimal memiliki tiga Cyber Law. Namun Bapak Cahyana sebagai pemateri malah bersyukur dengan keadaan ini.
Beliau menjelaskan lebih lanjut kondisi nyata di lapangan, betapa berbelitnya proses pengesahan suatu RUU di DPR. Sehingga bagi Indonesia lebih baik memiliki satu Cyber law saja sehingga DEPKOMINFO lebih leluasa menindak lanjuti UU ITE dengan membuat Peraturan Pemerintah yang masing-masing mengatur hal-hal yang lebih detail.
Latar Belakang Indonesia Memerlukan UU ITE
Latar belakang Indonesia memerlukan UU ITE karena:
Perjalanan UU ITE memerlukan waktu yang lama (5 tahun). Hal ini menyebabkan UU ITE menjadi sangat lengkap karena RUU ITE telah melalui banyak pembahasan dari banyak pihak. Sehingga konsultan yang disewa oleh DEPKOMINFO pun menilai bahwa UU ITE ini terlalu ambisius karena Indonesia adalah negara satu-satunya di dunia yang hanya mempunyai satu Cyber Law untuk mengatur begitu luasnya cakupan masalah dunia Cyber, sementara negara lain minimal memiliki tiga Cyber Law. Namun Bapak Cahyana sebagai pemateri malah bersyukur dengan keadaan ini.
Beliau menjelaskan lebih lanjut kondisi nyata di lapangan, betapa berbelitnya proses pengesahan suatu RUU di DPR. Sehingga bagi Indonesia lebih baik memiliki satu Cyber law saja sehingga DEPKOMINFO lebih leluasa menindak lanjuti UU ITE dengan membuat Peraturan Pemerintah yang masing-masing mengatur hal-hal yang lebih detail.
Latar Belakang Indonesia Memerlukan UU ITE
Latar belakang Indonesia memerlukan UU ITE karena:
- Hampir semua Bank di Indonesia sudah menggunakan ICT. Rata-rata harian nasional transaksi RTGS, kliring dan Kartu Pembayaran di Indonesia yang semakin cepat perkembangannya setiap tahun
- Sektor pariwisata cenderung menuju e-tourism ( 25% booking hotel sudah dilakukan secara online dan prosentasenya cenderung naik tiap tahun)
- Trafik internet Indonesia paling besar mengakses Situs Negatif, sementara jumlah pengguna internet anak-anak semakin meningkat.
- Proses perijinan ekspor produk indonesia harus mengikuti prosedur di negera tujuan yang lebih mengutamakan proses elektronik. Sehingga produk dari Indonesia sering terlambat sampai di tangan konsumen negara tujuan daripada kompetitor.
- Ancaman perbuatan yang dilarang (Serangan (attack), Penyusupan (intruder) atau Penyalahgunaan (Misuse/abuse)) semakin banyak.
Dampak positif dan
negatif dari diberlakukannya undang-undang ITE (Informasi dan Transaksi
Elektronik). Banyak Pro dan Kontra terhadap diberlakukannya UU ITE, tetapi
menurut saya kalau UU ITE tersebut membawa kebaikan bagi semua pihak, kenapa
tidak? Pasti dari setiap perbuatan ada positif dan negatifnya, sama halnya
dengan pemberlakuan UU ITE pasti ada sisi positif dan negatif.
Dampak Positif UU
ITE
UU ITE baru
disahkan pada tanggal 25 Maret 2008 oleh Kementerian Negara Komunikasi dan
Informasi, sebenarnya rancangan ini sudah dibentuk sejak tahun 2003.
Dengan UU ITE ini,
para penyedia konten akan terhindar dari pembajakan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab, karena sudah ada landasan hukum yang melindungi mereka. Tapi
yang kita lihat saat ini, masih banyak yang melakukan pelanggaran terhadap UU
ITE tersebut.
UU ITE juga untuk
melindungi masyarakat dari penyalahgunaan internet, yang berimplikasi pada
keberlangsungan berbangsa dan bernegara. Dengan adanya UU ITE ini menjadi
payung hukum aparat kepolisian untuk bertindak tegas dan selektif terhadap
penyalahgunaan internet dan bukan dijadikan alat penjegalan politik dan elit
tertentu atau mementingkan segolongan orang.
UU ITE itu juga
dapat mengantisipasi kemungkinan penyalahgunaan internet yang merugikan,
memberikan perlindungan hukum terhadap kegiatan ekonomi misalnya transaksi
dagang atau kegiatan ekonomi lainnya lewat transaksi elektronik seperti bisnis
lewat internet dapat meminimalisir adanya penyalahgunaan dan penipuan.
UU ITE juga membuka
peluang kepada pemerintah untuk mengadakan program pemberdayaan internet. Masih
banyak daerah-daerah di Indonesia yang kurang tersentuh adanya internet.
Dampak Negatif UU
ITE
Selain memiliki
sisi positif UU ITE ternyata juga terdapat sisi negatifnya. yakni banyaknya
orang yang terjerat pasal pada UU ITE misalnya saja contoh kasus Prita
Mulyasari yang terjerat UU ITE pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik
yang diajukan oleh rumah sakit OMNI Internasional secara pidana. Sebelumnya
prita Mulyasari pernah kalah dalam sidang perdatanya dan diputus bersalah
kemudian menjalani penahanan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang. Selain
Prita Mulyasari juga ada Luna Maya yang harus berurusan dengan UU ITE. Kasus
ini berawal dari tulisan Luna Maya dalam akun twitter yang terjerat pasal 27
ayat 3 Nomor 11 tahun 2008 tentang UU ITE. Dalam pasal tersebut tertuliskan
bahwa: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau
mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan
/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran
nama baik. Tulisan di akun twitternya yang menyebutkan “infotainment
derajatnya lebih hina dari pada pelacur dan pembunuh”. Sebenarnya hal itu
tidak perlu untuk ditulis dalam akun Twitternya, karena hal tersebut terlalu
berlebihan apalagi disertai dengan pelontaran sumpah serapah yang menghina dan
merendahkan profesi para pekerja infotainment.
Dari
dua kasus tersebut sebenarnya hanya hal yang kecil dan terlalu
dibesar-besarkan, sebagai warga negara yang berdemokrasi bebas untuk
mengeluarkan pendapatnya atau unek-uneknya. Hanya saja penempatannya saja yang
salah. Menurut analisis saya, seharusnya Prita Mulyasari menceritakan kasus
atau curhatannya secara lisan kepada temannya hanya lewat telepon saja tidak
perlu lewat e-mail segala, yang jadi masalahnya adalah menceritakan kasusnya
via e-mail kepada temennya, jika e-mail tersebut disebarkan oleh temannya di
milis. Terus di milis bisa di copy paste masukin blog, blog dibaca semua orang.
Nah disitulah curhatannya yang bersifat pribadi menjadi bersifat umum, sehingga
pihak yang terkait dalam surat tersebut merasa tersinggung kemudian pihak
tersebut menggugat Prita. Jadi kesalahan yang sekecil apapun harus berhati-hati
apalagi di dunia maya.
Selain
itu juga tindak kejahatan di dunia maya atau internet semakin marak dengan
berbagai modus kejahatan. Salah satu bentuknya yang wajib diwaspadai adalah
pencurian data account penting. Pelakunya sering disebut hacker dengan cara
menjebak orang lain untuk tidak sadar bersedia memberikan data account-nya.